Senja sore menemaniku kali ini. aku hanya
bisa berdiri diam dan membisu. Rasanya seperti mimpi.jam tepat menunjukkan
pukul 06.00. Hujan deras begitu terasa berat. Seperti beban. Begitu saja. Aku
bahkan tak percaya mengapa semua seakan secepat dan terjadi seperti ini,
begitu saja. Rinai-rinai hujan kupandangi dibalik kaca, terlihat beberapa pasang
mata memandang kearahku. Dikepala mereka seperti terbersit tanda Tanya, “sedang
apa kau”? mengapa dia berdiri didepan situ? Kurang lebih seperti itu. Aku
memang aneh. Terlihat hampir seperti orang gila. Penampilanku berantakan.
Tepatnya, aku berdiri di depan sebuah etalase kaca, yang terpajang didalamnya
gaun mewah nan indah dengan tulisan “just one”…
Entahlah. Aku merasa bimbang setelah apa
yang kualami siang tadi. Rasanya memang spererti secepat kilat. Aku bahkan
merasa ini ganjal. Namun, itu tak logis, aku tak pernah punya bukti. Ya! Sampai
kapanpun aku tak pernah punya bukti! Nyatanya, semua memang terjadi atas dasar
kehendak sang kuasa. Tuhan pencipta alam, namun… sepertinya aku punya sesuatu
yang dapat diperlihatkan... semuanya terlintas begitu cepat…
*****
Sarah Melani S.Sos, nama yang tercantum
jelas dicatatan akhir pihak kepolisian. Aku tercatat sebagai pengadu tebaru
dalam kasus ini. Sarah, panggilan normal dikalagan kolega, klient, sahabat,
teman sejawat dan yang lainnya. Sama saja. Aku dipanggil dengan sebutan Sarah
oleh kebanyakan orang. Umurku baru menginjak 23 tahun, dan aku sudah terbilang
cukup mampu dan berhasil dikalangan anak muda seusiaku. Aku punya butik mewah
disalah satu penjuru kota Bandung. Tak salah lagi, butikku menjual berbagai
macam gaun mewah sepanjang sejarah. Dan itu adalah hasil rancanganku. Tak ayal,
aku dipandang mempunyai ‘nama’ dalam andil perusahaan.
Banyak orang yang menggembor-gemborkan baju
hasil desainan ku. Padahal, aku bahkan sama sekali bukan lulusan desainer atau
yang lainnya. Jelas saja, aku kuliah di bidang ilmu komunikasi konsentrasi
humas. Menurutku, masih banyak orang lebih hebat dari pada aku dalam hasil
desainan gaun-gaun mereka, tetapi, mereka tidak pandai membaca suasana. Mereka,
tak pandai membaca kondisi lingkungan. Karena mereka, tidak memiliki PR yang
dapat menaikkan derajat dan nama perusahaannya. Sedangkan aku? Bahkan,
menurutku, desain bajuku sederhana saja, hanya saja, aku pandai dalam bidang
PR. Dan aku sendiri yang memegang kendali perusahaan sekaligus PR dalam
perusahaan tersebut.
Lantas? Aku juga tak pernah tahu, ternyata
mereka,bodoh! Sangat bodoh. Bagaimana tidak? Mereka hanya bisa meniru dan
meniru hasil desainan gaun ku. Padahal menurutku, mereka jauh lebih hebat untuk
hal yang satu ini, hanya saja, mereka belum percaya diri dan masih menjadikan
aku sebagai patokannya dalam urusan bisnis ini.
“mba sarah, ada telepon masuk dari klien di
Bali” tukas sekertarisku sambil menyerahkan telpon genggam untukku.
“oh iya.”
“baik”
“sebentar, aku akan hubungi lagi nanti.
Kataku kemudian.
Seperti itulah setiap hari nya, hingga pada
akhirnya, siang itu, semua kejadian begitu tercatatat jelas dibenakku. Hancur.
Hatiku lebur, sakit. Tak tahan, setelah telfon genggam ku katupkan dalam
tempurungnya, satu kali deringan telfon terdengar jelas ditelinga, hingga
sedetik kemudian, aku mengangkatnya. Dan ternyata? Kabar itu muncul secara
beruntun.
******
Entah apa yang terjadi. Ayah tertembak tak
sadarkan diri disebuah jalur lintas menuju Bandung Timur. Tak dapat dipungkiri
lagi, siapa dan apa motif nya. Pelaku penembakan benar-benar sengaja menembak
Ayah ketika ayah sedang pergi dan berkendara sendirian. Entah ini terencana
atau tidak, yang pasti aku belum dapat berfikir jernih. Aku masih tak percaya.
Ayah tertembak tepat dibagian Kepala menembus Tulang dan kerangkanya. Tertembus
tepat dibagian otak kiri menembus hingga ke otak kanan. Sungguh tragis, ayah
berkendara sendiri dengan menggunakan mobil jazz hitamnya, dan jika ini adalah
kasus pencurian, tak ada sesuatu barang mewah pun yang digarap oleh si pelaku.
Rupanya, Pelaku hanya ingin menembak Ayah hingga tewas. Tanpa mengambil
sepeser pun barang berharga dalam mobil.
Aku hanya bisa menangis tersedu didepan
ruang tunggu rumah sakit Hasan Sidiq. Ayah dinyatakan meninggal ditempat.
Nyawanya tak dapat terselamatkan lahgi. Mayatnya sedang di otopsi.
Semuanya masih dalam tahap pemeriksaan. Belum selesai. Kemudian aku terfikirkan
sesuatu, ibu. Iya. IBU! Aku harus menelpon ibu, batinku langsung ku utarakan niat
itu. Aku baru sadar, ibu belum ku beri kabar maslaah ini. ibu belum mengetahui
perihal penembakan ayah, aku bingung harus mengatakan apa pada ibu. sambil
menangis tersedu-sedu, jermariku langsung tergerak mengetik no telepon rumah
sambil menunggu jawaban dari ibu dirumah.
“Tuuut… tuuuutt… tuuut..”
Berkali-kali sperti itu. aku mulai cemas.
Ibu hanya sendiri bersama satu orang pembantu perempuan dirumah. Namun, apakah
tak ada orang sama sekali dirumah? Atau apa? Langsung ku alihkan panggilan
telepon ke nomor kontak “my mother” sama saja, tak ada jawaban. Aku mulai
cemas, mengapa ibu tak mengangkat telfonku? Aku berusaha sabar, hingga
akhirnya, aku masih duduk diam sendiri didepan pintu ruang tunggu.
Aku berusaha sabar untuk terus mencoba
menelfon ibu. Mengabari bahwa ayah bermasalah. Hingga akhirnya, aku teringat,
hari ini hari kamis, ibu sama sekali tak ada jadwal mengunjungi butik, atau
belajar merajut, atau belajar bahasa. Aku mulai heran, ibu kemana? Hingga
kuputuskan, aku langsung bergegas menuju rumah denngan terburu-buru. Jarak
antara rumah dan rumah sakit lumayan jauh. Tepat ketika 20 menit berlalu, aku
berada didepan rumahku di daerah perumahan Exstern Hill no 57. Tak lama, telfon
ku berdering, no tidak dikenal masuk. Tanpa piker panjang, aku langsung
mengangkatnya.
“halo,,” terdengar seorang suara laki-laki
“iya halo”
“Dengan ibu sarah?” tanyanya cepat
“iya saya sarah, ada apa? Ini siapa?”
“saya ketua RW diperumahan extern Hill..”
katanya kemudian…
Jantungku seakan ingin berhenti berdegup.
urat nadiku seperti berhenti berdetak, darah berhenti mengalir. Semuanya
spontan! Bertubi-tubi menimpa tubuhku. Aku hendak kehilangan akal sehat setelah
melihat pemandangan didepan rumahku. Setelah terdengar jelas penjelasan bapak
ketua RW. Aku hanya bisa pasrah melihat, mendengar, merawang, semua ini yang
terjadi..
Ibu ditemukan tergeletak tak sadarkan diri
dengan luka tusuk tepat dibagian jantung. Begitupun Bi Imah pembantuku,
terlihat bekas sayatan hendak melawan pelaku dan luka tusuk dibagian
ginjal.
bersambung..... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar