Senin, 30 Maret 2015

Siang Berduka


Senja sore menemaniku kali ini. aku hanya bisa berdiri diam dan membisu. Rasanya seperti mimpi.jam tepat menunjukkan pukul 06.00. Hujan deras begitu terasa berat. Seperti beban. Begitu saja. Aku bahkan tak  percaya mengapa semua seakan secepat dan terjadi seperti ini, begitu saja. Rinai-rinai hujan kupandangi dibalik kaca, terlihat beberapa pasang mata memandang kearahku. Dikepala mereka seperti terbersit tanda Tanya, “sedang apa kau”? mengapa dia berdiri didepan situ? Kurang lebih seperti itu. Aku memang aneh. Terlihat hampir seperti orang gila. Penampilanku berantakan. Tepatnya, aku berdiri di depan sebuah etalase kaca, yang terpajang didalamnya gaun mewah nan indah dengan tulisan “just one”…
Entahlah. Aku merasa bimbang setelah apa yang kualami siang tadi. Rasanya memang spererti secepat kilat. Aku bahkan merasa ini ganjal. Namun, itu tak logis, aku tak pernah punya bukti. Ya! Sampai kapanpun aku tak pernah punya bukti! Nyatanya, semua memang terjadi atas dasar kehendak sang kuasa. Tuhan pencipta alam, namun… sepertinya aku punya sesuatu yang dapat diperlihatkan... semuanya terlintas begitu cepat…
*****
Sarah Melani S.Sos, nama yang tercantum jelas dicatatan akhir pihak kepolisian. Aku tercatat sebagai pengadu tebaru dalam kasus ini. Sarah, panggilan normal dikalagan kolega, klient, sahabat, teman sejawat dan yang lainnya. Sama saja. Aku dipanggil dengan sebutan Sarah oleh kebanyakan orang. Umurku baru menginjak 23 tahun, dan aku sudah terbilang cukup mampu dan berhasil dikalangan anak muda seusiaku. Aku punya butik mewah disalah satu penjuru kota Bandung. Tak salah lagi, butikku menjual berbagai macam gaun mewah sepanjang sejarah. Dan itu adalah hasil rancanganku. Tak ayal, aku dipandang mempunyai ‘nama’ dalam andil perusahaan.
Banyak orang yang menggembor-gemborkan baju hasil desainan ku. Padahal, aku bahkan sama sekali bukan lulusan desainer atau yang lainnya. Jelas saja, aku kuliah di bidang ilmu komunikasi konsentrasi humas. Menurutku, masih banyak orang lebih hebat dari pada aku dalam hasil desainan gaun-gaun mereka, tetapi, mereka tidak pandai membaca suasana. Mereka, tak pandai membaca kondisi lingkungan. Karena mereka, tidak memiliki PR yang dapat menaikkan derajat dan nama perusahaannya. Sedangkan aku? Bahkan, menurutku, desain bajuku sederhana saja, hanya saja, aku pandai dalam bidang PR. Dan aku sendiri yang memegang kendali perusahaan sekaligus PR dalam perusahaan tersebut.
Lantas? Aku juga tak pernah tahu, ternyata mereka,bodoh! Sangat bodoh. Bagaimana tidak? Mereka hanya bisa meniru dan meniru hasil desainan gaun ku. Padahal menurutku, mereka jauh lebih hebat untuk hal yang satu ini, hanya saja, mereka belum percaya diri dan masih menjadikan aku sebagai patokannya dalam urusan bisnis ini.
“mba sarah, ada telepon masuk dari klien di Bali” tukas sekertarisku sambil menyerahkan telpon genggam untukku.
“oh iya.”
“baik”
“sebentar, aku akan hubungi lagi nanti. Kataku kemudian.
Seperti itulah setiap hari nya, hingga pada akhirnya, siang itu, semua kejadian begitu tercatatat jelas dibenakku. Hancur. Hatiku lebur, sakit. Tak tahan, setelah telfon genggam ku katupkan dalam tempurungnya, satu kali deringan telfon terdengar jelas ditelinga, hingga sedetik kemudian, aku mengangkatnya. Dan ternyata? Kabar itu muncul secara beruntun.
******
Entah apa yang terjadi. Ayah tertembak tak sadarkan diri disebuah jalur lintas menuju Bandung Timur. Tak dapat dipungkiri lagi, siapa dan apa motif nya. Pelaku penembakan benar-benar sengaja menembak Ayah ketika ayah sedang pergi dan berkendara sendirian. Entah ini terencana atau tidak, yang pasti aku belum dapat berfikir jernih. Aku masih tak percaya. Ayah tertembak tepat dibagian Kepala menembus Tulang dan kerangkanya. Tertembus tepat dibagian otak kiri menembus hingga ke otak kanan. Sungguh tragis, ayah berkendara sendiri dengan menggunakan mobil jazz hitamnya, dan jika ini adalah kasus pencurian, tak ada sesuatu barang mewah pun yang digarap oleh si pelaku. Rupanya,  Pelaku hanya ingin menembak Ayah hingga tewas. Tanpa mengambil sepeser pun barang berharga dalam mobil.
Aku hanya bisa menangis tersedu didepan ruang tunggu rumah sakit Hasan Sidiq. Ayah dinyatakan meninggal ditempat. Nyawanya tak dapat terselamatkan lahgi. Mayatnya  sedang di otopsi. Semuanya masih dalam tahap pemeriksaan. Belum selesai. Kemudian aku terfikirkan sesuatu, ibu. Iya. IBU! Aku harus menelpon ibu, batinku langsung ku utarakan niat itu. Aku baru sadar, ibu belum ku beri kabar maslaah ini. ibu belum mengetahui perihal penembakan ayah, aku bingung harus mengatakan apa pada ibu. sambil menangis tersedu-sedu, jermariku langsung tergerak mengetik no telepon rumah sambil menunggu jawaban dari ibu dirumah.
“Tuuut… tuuuutt… tuuut..”
Berkali-kali sperti itu. aku mulai cemas. Ibu hanya sendiri bersama satu orang pembantu perempuan dirumah. Namun, apakah tak ada orang sama sekali dirumah? Atau apa? Langsung ku alihkan panggilan telepon ke nomor kontak “my mother” sama saja, tak ada jawaban. Aku mulai cemas, mengapa ibu tak mengangkat telfonku? Aku berusaha sabar, hingga akhirnya, aku masih duduk diam sendiri didepan pintu ruang tunggu.
Aku berusaha sabar untuk terus mencoba menelfon ibu. Mengabari bahwa ayah bermasalah. Hingga akhirnya, aku teringat, hari ini hari kamis, ibu sama sekali tak ada jadwal mengunjungi butik, atau belajar merajut, atau belajar bahasa. Aku mulai heran, ibu kemana? Hingga kuputuskan, aku langsung bergegas menuju rumah denngan terburu-buru. Jarak antara rumah dan rumah sakit lumayan jauh. Tepat ketika 20 menit berlalu, aku berada didepan rumahku di daerah perumahan Exstern Hill no 57. Tak lama, telfon ku berdering, no tidak dikenal masuk. Tanpa piker panjang, aku langsung mengangkatnya.
“halo,,” terdengar seorang suara laki-laki
“iya halo”
“Dengan ibu sarah?” tanyanya cepat
“iya saya sarah, ada apa? Ini siapa?”
“saya ketua RW diperumahan extern Hill..” katanya kemudian…
Jantungku seakan ingin berhenti berdegup. urat nadiku seperti berhenti berdetak, darah berhenti mengalir. Semuanya spontan! Bertubi-tubi menimpa tubuhku. Aku hendak kehilangan akal sehat setelah melihat pemandangan didepan rumahku. Setelah terdengar jelas penjelasan bapak ketua RW. Aku hanya bisa pasrah melihat, mendengar, merawang, semua ini yang terjadi..
Ibu ditemukan tergeletak tak sadarkan diri dengan luka tusuk tepat dibagian jantung. Begitupun Bi Imah pembantuku, terlihat bekas sayatan hendak melawan pelaku dan luka tusuk dibagian ginjal. 


bersambung..... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuliah pusing, kerja pusing, pengen nikah aja. Eh, pas nikah pusing juga, pengen nikah lagi?

Banyak anak-anak muda zaman sekarang yang menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu solusi tepat dan cepat untuk menyelesaikan sebu...