Rabu, 21 November 2018

Hidup kurang bahagia atau Kamu yang tidak mensyukuri hidup?



Bosen ya denger kata-kata bahagia itu sederhana. Tapi emang kenyataannya gitu.  Hani ngomong gini terinspirasi dari hasil mendengarkan radio kemarin, kemarin, dan kemarin malem disalah satu frekuensi Radio di Kota Serang.  Waktu itu,  Hani ngedenger ada anak perempuan ngeluh dan curhat sama si penyiar tentang hidupnya.  Katanya dia masih ngerasa gak bahagia.  Dia selalu ngerasa hidup orang lain lebih bahagia dari pada hidupnya sendiri.
.
.
Nah ini yang hani pikirin dan sejalur sama pemikiran si penyiar radio. Si penyiar radio malah nanya ke si penelpon perempuan "Hidup kamu yang kurang bahagia,  atau kamu yang gak mensyukuri hidup kamu?"
.
.
Wah ngena banget nih omongan. Trus si penelpon bilang, "iya kali ya mas saya kurang nih bersyukurnya, apa-apanya suka ngerasa kurang terus dari orang lain" katanya.
.
.
Lah,  hani jadi mikir yah bahagia mah sederhana aja,  kita bersyukur sama hidup yang kita punya, terus lakuin apa yang Allah Kasih,  trus terima apa yang ada,  jangan terus ngeliat orang dan membandingkan kehidupan orang lain,  itu aja dijamin hidup mah bakal bahagia.
.
.
Kaya gini deh,  hani lagi diposisi apa sekarang,  punya keluarga seperti apa,  punya sodara kayak gimana,  punya sahabat kayak apa, punya temen-teman kayak gimana, terima aja, barangkali memang diantara mereka itu adalah yang menjadikan kamu hidup bahagia.
.
.
Hidup mah bakal bahagia kalo kamu ga ngebandingin hidup kamu jauh lebih kurang bahagia dari orang lain.  Jangan melihat hanya satu sisi kehidupan orang lain,  karena emang kamu -GAK PERNAH TAU- terkadang hidup orang lain justru pengen hidup kaya kamu!.

Minggu, 04 November 2018

STROBERIKU DIJOGJA!



Gue : Jogja indah ga kalo malem?
Lu : Kalo ditanya indah ya indah tapi gue gabisa deskripsiin. Sekarang rame, banyak kendaraan.
Gue : Suka tapi?
Lu : Suka
Gue : Apa yg paling dikenang?
Lu : Gue jadi pengen kerja d Jogja selain d Jakarta.
Gue : Gimana?
Lu : Jogja itu,,, orangnya ramah, suasana nya tuh nyaman bikin betah.
Gue : Mau ajak gue kesana?
Lu : Pasti, kalo ada kesempatan. Tapi btw di Jogja panas...
Gue : Tapi seru?
Lu : Seru karena orang-orangnya juga sih kayaknya.
Gue : Gimana?
Lu : Yang bikin berkesan itu kebersamaan nya, berbaginya. Jadi walaupun kita d tempat gaenak sekalipun jadi enak danbnyaman karna kita sama mereka (orang yg kita sayang).
Lu : Tapi emang Jogja enak kok tempatnya.
Lu : Enak aja, liat Jogja.
Gue : _____

"Jadi intinya (kapanpun, dimanapun tempatnya, kalo sama orang yang disayang pasti betah dan nyaman, aku yakin kamu disana juga ketemu sama orang-orang yang sayang sama kamu)" Semoga aku juga bisa ketemu kamu di Jogja juga Stroberiku! ❤



Ket :
Gue : Siti Hanifah Abdillah
Lu : Ulfatun Khasanah

Kamu Fajar, Aku Senja



Kamu fajar, aku senja.
Makanya kita tak pernah bertemu di waktu yg sama.

Kamu fajar, aku senja.
Aku hanya bisa melihat jejak langkahmu tanpa bisa berjalan disampingmu.

Kamu fajar, aku senja.
Kita ada di langit yang sama.
Hanya saja saat aku datang kau pergi, pun sebaliknya

Kamu fajar, aku senja.
Kita berbeda. Tak pernah bersama.
Tapi entah mengapa, tanpamu bumi tak punya awal dan tanpaku bumi tak punya kesimpulan.

Kamu fajar, aku senja.
Dan aku benci telah menyukaimu.
Karena kau hanya jadi supir matahari,
Sedangkan aku hanya penjemput matahari.
Benar saja. Matahari hanya penyampai rinduku.
Entah rindumu.

Kamu fajar, aku senja.
Dan aku menyukaimu selalu
Tanpa pernah bertemu.
Tanpa pernah kau tau.

(Arta Laras & direduksi ulang oleh Hani)

Selasa, 09 Oktober 2018

Motivation Letter untuk Volunteer Kegiatan Sosial


Saya Siti Hanifah Abdillah, seorang yang memiliki motivasi yang besar untuk hidup menjadi orang baik dan mengharapkan kehidupan orang lain yang lebih baik. Saya, selain memiliki motivasi yang tinggi, juga ingin berkontribusi dalam kegiatan ini, sebagai bentuk ibadah dan juga  merupakan sebuah kegiatan yang saya sukai. Saya senang sekali jika berkecimpung didunia sosial, terkhusus yang berkenaan dengan anak-anak, pendidikan, dan banyak orang. Dan kebetulan, saya juga merupakan salah satu lulusan baru (Fresh Graduate) dengan gelar Sarjana Sosial. Bisa menjadi bagian dari kegiatan sosial selalu menyenangkan buat saya, selalu menikmati dan berbahagia dengan sendirinya.

Kecintaan saya pada dunia sosial tumbuh sejak dibangku kuliah dulu, sempat beberapa kali mengikuti kegiatan sosial dalam sebuah komunitas dan forum-forum yang bergelut dibidang sosial dan pendidikan, terlebih, ketika semester akhir tahun 2017, saya juga diberi kesempatan untuk, bekerja menjadi volunteer disebuah Lembaga Sosial bernama Rumah Yatim. Didalam yayasan atau lembaga sosial ini, saya juga banyak belajar untuk menjadi seseorang yang bermanfaat untuk orang lain, dan belajar untuk terus berkarya yang mana hasilnya bisa bermanfaat untuk banyak orang.

Saya selalu percaya, bahwa kegiatan atau pertolongan sekecil apapun akan sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang memang membutuhkan. Saya selalu percaya, peradaban dunia akan maju apabila dibangun atas dasar kepedulian kita kepada sesama. Saya percaya, bahwa apapun yang dilakukan untuk menuju “perubahan yang lebih baik” itu akan berdampak bagi semua orang. Bagaiamapun, semua orang memiliki kesempatan waktu, semua orang memiliki kesempatan hidup, semua orang memilki kesempatan untuk belajar, semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik, semua orang juga memiliki kesempatan untuk dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Semua berhak menerima kesetaraan. Dan saya, percaya bahwa semua orang diciptakan memang untuk saling membantu, berbagi dan saling menghargai satu sama lain.

Melihat selebaran perekrutan Sekolah Cerdas, dan ingin ikut berkecimpung didalamnya, hati saya tergerak untuk mendaftarkan diri. Saya ingin menjadi bagian dari kalian yang memiliki visi membangun pengeteahuan dan keterampilan sekolah dan siswa dalam menghadapi risiko bencana alam dan bencana sosial. Yang saya ketahui memang anak-anak usia belasan rentan sekali, sangat memerlukan edukasi mengenai hal ini, bencana alam dan bencana sosial. Sebab banyak sekali anak usia belasan yang bahkan banyak sekali mengalami terkena resiko bencana alam dan bencana sosial yang diantaranya ada konflik sosial, bullying, kekerasan anak dibawah umur, dan masih banyak lagi bencana-bencana sosial lainnya yang tertimpa kepada anak usia belasan tahun.

Motivasi saya sangat besar untuk menjadi bagian dari volunteer Sekolah Cerdas, saya yakin dan percaya bahwa mereka (anak-anak) bahkan sangat membutuhkan edukasi dan keterampilan dari yang paling mendasar, jadi yang paling umum. Mereka berhak mendapatkan itu semua, apalagi bagi anak-anak yang berada diwilayah rentan bencana, dan banyaknya kejadian konflik sosial. Saya ingin merubah paradigma anak-anak bahwa setiap orang bisa mengantisipasi terjadinya bencana alam, juga setiap anak bisa dan mampu merefleksikan dirinya untuk tidak terlibat dalam konflik-konflik sosial dan kekerasan sosial dan lain sebagainya.

Salam hangat, salam damai dan mari menuju perubahan. Mari menjadi orang baik, terimakasih. Hani. 



Selasa, 10 Juli 2018

Bersama Dua Puluh



Beberapa waktu yang lalu teman-teman angkatanku menikah. Senangnya bukan main diriku. Disuguhi dan diberikan sahabat-sahabat seperti mereka yang tak pernah lagi bertemu sejak pertemuan terakhir kita pada Khutbatul Wada 2014 silam. Ya, mungkin ada beberapa yang sudah bertemu denganku, tetapi tidak semuanya.

Ah, banyak sekali yang ingin kusampaikan pada ceritaku kali ini. hanya saja, sepertinya tidak cukup sehalaman atau dua halaman untuk menggambarkan betapa menyenangkannya kalian. Betapa membahagiakannya kalian, betapa berkesannya kalian dihidupku. Tulisan ini juga mungkin tidak cukup menceritakan seluruh kisah dari kisah-kisah yang pernah kita lalui bersama. Tapi setidaknya, ini jadi kenangan sedikit.

Kutulis celotehan ini dengan sedikit melankolis,ditemani lagu-lagu galau dengan kondisi hati yang galau pula. Ah  iya lah gimana engga melankolis  coba, beberapa rekan kami sudah melangsungkan pernikahan mereka beberapa waktu yang lalu dalam kurun waktu 4 tahun ini, dan bahkan beberapa diantaranya sudah memiliki buah hati.

Dan, yang ditanyakan nih. Gimana nasib kita-kita ini yah, yang belum punya jodoh sekaligus yang belum punya pasangan hmm “sindiran keras”. Tapi ya sudah lah, lupakan soal ini, kita bahas yang lain saja oke? Setuju? Kalo setuju jangan baper dan jangan mikir macem-macem soal si dia wkwk.

Beberapa hari lagi, satu diantara kita juga akan melangsungkan pernikahan. Tepanya Sabtu nanti, ia adalah sahabatku, teman dekatku dikelas dulu, dan teman se-kamar dulu. Ah, pasti kamu sedang tidak sabar ya menunggu hari H itu tiba. Sama, aku juga tidak sabar. Ingin seklai melihatmu mengenakan gaun pengantin yang insya allah akan menjadi gaun pertama dan terakhir yang dikenakan dihari yang sangat istimewa nanti. Ya semoga saja ya, doaku selalu menyertaimu sayangku.

Tapi sebenernya aku tidak akan menceritakan hal ini, berapa orang yang sudah menikah, siapa saja yang sudah menikah, dan bagaimana pula nasib kami-kami yang jomblo ini. Tidak. Tapi, jauh dari itu, aku ingin kalian flashback ke masa lalu sebentar saja. Ya jika tidak mau juga tidak apa-apa kok, terserah kamu hehe.

Aku engga pernah nyangka bisa ada diposisi ini sekarang. Menjadi bagian dari kalian itu menyenangkan, walaupun banyak harunya, banyak sedihnya, banyak berantemnya, banyak marah-marahnya, banyak teriak-teriaknya, banyak gak tau malunya, banyak sebelnya, banyak sayangnya, dan banyak cintanya.

Dua puluh bagiku bukan sekedar angkatan. Tapi jauh dari kata itu, dua puluh bagiku mampu menjadi yang tak pernah hilang diingatan dan hati. Tentu saja, bagaimana tidak? Walaupun aku hanya tiga tahun bareng kalian, tapi tidak sedikitpun mengurangi rasa sayangku kekalian. Tidak sama sekali. Ah sial, aku benar-benar rindu. Sungguh. Kalo kamu? Engga ya? Hmm yaudah gapapa kalo aku aja yang rindu mah, gapapa, gapapa kok :(

Sudah lama rasanya tak lagi berkumpul, mengaji bersama, mengantri bersama, makan bersama, bergadang bersama, nyuci bersama, dan kegiatan-kegiatan yang sering kita lalui sama-sama. Mulai dari di hukum bareng, ditampar sama buku bareng-bareng, digeplak ketua ISDI bareng, diteriakin Ta’lim,  digerebek Lughoh, dijeburin bareng-bareng, UN bareng, tidur bareng, bolos bareng, mabal bareng, kabur bareng, engga ke musholla bareng, tapi engga BAB bareng ya :(

Eh tapi engga bareng-bareng juga sih, soalnya kadang banyak juga yang gamau diajak maksiat. Contohnya nih ya contohnya, ya ga semua dilakukin bareng-bareng tapi ada beberapa yang gak mau juga diajak nakal bareng wkwkw. Dengan alibi gamau dipandnag jelek tea niing wkwk. Hayoo ngaku siapa yang kaya gitu? Kamu atau aku? Eh haha

Semua yang dilalui kita bareng bareng selalu melekat, tepatnya pada hari ini, aku beneran baper hari ini, liat-liat foto kita bareng, foto pake handycame yang diselundupkan diatas lemari, foto ketika salah satu rekan kami dijenguk, foto ketika satu diantara kami datang keasrama dan membawa hengpon jadul kamera B612 :(. Dan yang paling baper liat foto-foto teman-teman kita satu persatu yang sudah menikah J.  Semuanya benar-benar terekam dalam ingatan, satu persatu datang berseliweran huhu.

Orang-orang yang bahkan bukan satu kelas atau satu jurusan, aku juga merindukan kalian sungguh. Kalian emang engga ya? Iya sih yang udah sibuk masing-masing tuh. Tau kok tau :(. Tapi asal kalian tau aja ya, akutu bersyukuurr banget punya kalian, yang awalnya ga pernah nyangka bisa bertahan dipesantren selama 3 tahun dengan alasan yang engga masuk akal mungkin. Tapi anehnya, kalian itu ya, ngangenin. serius aja!

Bersyukur juga sampai detik ini masih dikelilingi kalian orang-orang baik, sholeh dan solehah. Mengingatkan dikala salah, merindukan dikala gundah, menjadi obat penenang dikala gelisah, menjadi yang terbaik diantara yang baik, aku memang jarang sekali menyapa kalian via sosial media atau bahkan menelpon kalian satu-satau, tapi ketahuilah, kalian lebih dari sahabat dan teman.

Sama kalian udah kaya sodara kandung sedarah. Lagi susah minta tolongnya ke kalian, lagi sakit dimanjanya sama kalian, dijenguknya sama kalian, lagi sedih dihiburnya sama kalian, lagi kesel ditenanginnya sama kalian, lagi pengen nangis di redainnya sama kalian, lagi pengen jalan-jalan diajak jalannya sama kalian. Kalo sedih juga dibahagiainnya sama kalian. Ah ga tau lagi harus bilang apa kekalian.

Mungkin kata terimakasih juga engga cukup buat negbuktiin rasa sayang aku kekalian. Intinya aku sayang kalian karena Allah kalo kata Baim mah :(. Sebagiamanapun yang pernah aku lakuin kekalian , baik buruk atau baik, harap dimaklumi. Mohon dimaafkan segala keburukanku selama ini, mohon lupakan pula jika ada kebaikan yang pernah aku lakukan kekalian, sudah cukup jangan diungkit ya.

Aku meminta maaf jika suatu hari nanti aku jarang lagi menyapa kalian via medsos, menegur kalian via telfon dan banyak hal-hal lain pula yang nantinya jarang aku lakukan. Doakan temanmu ini, jadikan aku juga sahabatmu dan saudaramu, karena aku juga selalu menganggap kalian sahabat dan saudaraku selamanya. Semoga kalian menjadi satu diantara orang yang nanti menyelamatkan aku dan membawaku ke Syugra-Nya nanti.

Terimakasih banyak sudah membaca sampai habis, gausah dihayati, nanti kaya Catur Hayati, atau Hayati Shulhiyah lagi hmm. Aku tidak memaksa kalian memiliki rasa yang sama sepertiku, tapi aku hanya ingin kalian tetap menjadi diri kalian dan menjadi apa adanya. Menjadi kalian yang senatiasa menyenangkan dan menggembirakan, karena aku sangat suka, sungguh!

Selamat menjalani proses saudara saudariku, selamat menempuh hidup baru bagi yang telah menikah, selamat pula melaksanakan tetek bengek persidangan bagi yang melakukannya, selamat bekerja pula bagi yang sudah bekerja, selamat menjadi ibu untuk yang punya anak, selamat pula berusaha bagi yang sedang berusaha, selamat berproses dan menjadi baik, tetap demikian, tetap sayang dan tetap ada. Terimakasih, salam hangat dari Bandung :).

Ditulis dengan penuh suka cita untuk duapuluhku bersama. Tetap menjadi duapuluhku ya, tetap menjadi apa adanya. Pesanku, jangan lupakan seluruh kenangan yang pernah kita laluin bareng, karena kamu tau? Kenangan-kenangan itu membawa kita pada kata “Ternyata aku punya orang-orang yang juga menyayangiku” lupakan yang jelek, inget aja yang baik-baiknya ya. Satu lagi, jangan suudzon, doakan aku! sekian :).

Bandung, 10 July 2018

Rabu, 16 Mei 2018

Kenapa Jarang Pulang? Genap 7 Tahun Ramadhan Tidak di Rumah



Sudah lama rasanya. Ah, kurindu. Aku memang selalu merindukan Rumah. Kapanpun dimanapun, tak ada kata yang bisa menggambarkan Rumah. Kata apapun yang baik untuk Rumah, itu selalu pantas diungkapkan. Ternyaman, terindah, terenak, terbaik, surgaku, duniaku, masa kecilku, ah, apapun itu.

Sudah lama rasanya tak menginjakkan kaki dirumah Sejak September 2017 lalu. Bahkan sampai sekarang ku tak pernah lupa setiap detail rumahku (yaiyalah aing oge imah sendiri mah inget, kata kamu). Warna lantainya, wangi harumnya, lampu-lampu aneh dan indah yang menempel diatap, dinding temboknya yang khas berwarna kuning cerah matahari, atap yang teduh dengan warna soft pink, pintu-pintu dengan cat biru pink hijau. Ah, kalian pasti tidak bisa membayangkan, kenapa rumahku warna-warni sekali ya? Hehehe

Apalagi sekarang awal masuk bulan Ramadhan. Hari pertama Puasa. Ah, aku bahkan masih asik dengan duniaku, deengan seluruh aktivitas dan keseharianku. Kamu tau?  Aku ingat betul hal apa yang selalu dilakukan ketika Ramadhan tiba. Ah sial, Aku benar-benar rindu sekarang. Sahur pertama biasanya terdengar suara Ibu memasak didapur, suara Bapak tertawa atau hanya sekedar mengomentari isu-isu melihat tontonan televisi, ruang makan dengan meja bundar, dapur yang dipenuhi wangi bumbu maskaan, adek Hakim yang udah nangis bangun minta susu, atau suara Akbar dan Latief yang dibangunkan sambil ngomel-ngomel hehe. (beda banget sama sahur aku dikosan tadi pagi, dan sedih kalo diceritain mah huhu, cuma saur makan bertiga sama Ghinaa dan Aliansi, dan itu sepii krik kriikk)

Aaaah... semua aktivitas itu... aku rinduuu dan ingin datang. Kalian pasti kesal ya, Aku selalu bilang Rindu mulu tapi ga pernah pulang. Hmm oke baiklah, maafkan aku yang pertama, kedua, akan kujelaskan mengapa aku tidak pulang, yang ketiga, ya aku ingin aja hehe.


Ada beberapa alasan mungkin kenapa aku memutuskan untuk jarang pulang. Selama di Bandung, paling hanya pulang setiap (satu semester satu kali). Jadi bisa disimpulkan, selama setahun Hani paling pulang cuma dua kali hehe. Pernah siih beberapa kali pulang lebih dari dua kali dalam setahun, nah, berarti memang ada hal urgent yang harus dilakukan dan harus kudu wajib pulang kerumah hehe.

Padahal jarak Serang-Bandung gak jauh-jauh amat Han, 7 Jam juga nyampe. Eh ke rumah aku mah kadang bisa sampe 10 jam taauu  sad. pernah berangkat keluar kosan jam 10 pagi, dan nginjekin kaki nyampe rumah jam 8 malem laaah. Parah kan? Hmmmm

Oke balik lagi, kenapa Hani jarang pulang? pertama, dari semenjak SMA dulu kan Boarding School tuh selama 3 tahun, disini aku diajarin buat tahan banting biar gak jadi anak manja. Sering banget bahkan engga pernah banget awal Ramadhan bisa pulang. Susah izin, alhasil, yaudah 3 tahun berturut-turut Ramadhan pertama selalu diasrama dan pulang paling beberapa hari mau lebaran hmm.

Nah, lanjut pas kuliah (sampe sekarang juga masih kuliah ketang hehe). mungkin karena udah kebiasaan kali yah, sampe akhirnya aku bener-bener menyibukkan diri sama aktivitas-aktivitas biar bisa nunjang kegiatan aku (soalnya aku orangnya susah diem hehe) jadi we, jarang pulang juga. Eh, tapi tenang, komunikasi sama orangtua? Aman kok. aman banget hehe

Selain dari faktor kebiasaan, ada hal lain juga yang nyebabin Hani jarang pulang. Tapi, dari sini Hani juga belajar banyak. belajar menghargai waktu, tanggungjawab, dan kewajiban. kewajibannya belum boleh pulang, yaudah jangan pulang dulu, tanggungjawabnya masih belum rampung, yaudah rampungin dulu. Dari dulu selalu pegang prinsip itu,  karena Hani dulu ikut bebebrapa organisasi di intra dan ekstra kampus, jadi beberapa waktunya kadang Hani pake buat ngeberesin tugas-tugas kewajiban, tangungjawab yang Hani pegang di-organisasi tersebut.

Emang gak kangen Rumah? jawabannya, siapa sih yang gak kangen orangtua, siapa sih yang gak sayang, siapa sih yang gak mau pulang? sama kok aku juga manusia biasa kaya kalian, kangen sayang rindu ah semuanya. Tapi ya itu, balik lagi sih ke prinsip awal tadi, kalau belum beres pekerjaan dan segala tetek bengek dan lain lain kenapa harus terburu-buru pulang? nanti malah gak enak hati ketika belum beres semua kewajiban dan tanggung jawab, nanti malah kepikiran hehe. bahkan tahun 2017 lalu, aku juga pulang H-1 Lebaran gara-gara harus nunaikan kewajiban Magang disalah satu Media Cetak Nasional sama 3 anak lainnya (Sausan, Asol, Dian). ya kan San, Sol, Cil? ah jadi kangen magang wkwkw

Ah udahlah segini aja, tapi intinya yah buat anak rantau nih, kalo emang temen-temen punya lebih banyak waktu longgar dan tidak ada kewajiban atau urusan apapun, mending pulang aja deh aku saranin. Jangan ikutin aku hehe, sapa orangtua dirumah, dari pada ngabisin duit dikosan aja ga ngapa-ngapain kan yak? mending pulang lah yaa hehee setuju gak? hehe

udah dulu ya, nanti ceritanya dilanjut lagi hehe. see :) selamat menjalankan puasa Ramadhan 1439 H yaaa







Jumat, 04 Mei 2018

Saya Hanya Menunggu Keajaiban

Menjejaki perkampungan kumuh disalah satu daerah di Kota Bandung. Beberapa sorot mata memandang satu persatu dari kami, yang berseragam, ber name-tag serta dimasing masing tangan membawa satu dua buah kamera dan tripod yang digotong oleh salah satu rombongan.

Melangkah menelusuri, satu dua kali bertemu salah satu penduduk atau warga asli kampung, tak ubahnya menjaga sopan santun dan tatakrama, kami semua selalu berkata -punten- ketika melewati satu dua orang yang entah sedang duduk atau hanya sekdar lewat. Yang kemudian, dibalas dengan kata -mangga-.

Semakin jauh. Jalan-jalan tikus yang entah sampai saat ini saja aku bahkan tak bisa menghafalnya, karena memang susah. Berbelok-belok dan sempit sekali membuatku tak bisa mengingat.

Disambut ramah oleh salah satu ketua RT dan RW didaerah tersebut, kami berlanjut menuju tempat tujuan.

Suara uap kereta api terdengar jelas dari tempatku dan beberapa rekanku berpijak. Memang, tempatnya dipinggir rel kereta api. Sorak sorai anak-anak kampung bermain layang-layang dan beberapa permainan tradisional (yang mungkin sekarang udah jarang sekali ditemui). Tapi, dikampung ini, didekat rel kereta ini, kita bisa melihat jelas masa-masa kecil yang pernah kita rasain dulu.

Tibalah pada sebuah rumah petak yang begitu sempit. Bahkan menurutku, itu bukan rumah. Tapi (maaf) lebih seperti tempat rongsokan atau lebih kasarnya tempat pembuangan sampah dan penyimpan barang-barang bekas. Disuguhi tumpukan helm yang menumpuk dan berserakan, serta barang-barang tak terpakai dan tak layak pakai, banyak ditemui diselasar rumah petak ini.

Miris. Kondisi yang seperti itu menurutku bahkan jauh dari kata layak. Sampah dimana mana, tumpukan baju (entahlah itu baju apa) yang pasti aku lihat baju-baju itu dibiarkan menumpuk dan beberapa diantaranya digantung didalam dan diluar rumah.

Itulah kediaman salah satu anak penederita gagal ginjal. Kiki (16) hidup sebagai anak piatu dan tiggal bersama Ayah yang seorang diri merawat dan membesarkan Kiki dengan sepenuh hati.

Kutelusuri satu demi satu tempat yang kataku tak layak dikatakan rumah. Hatiku tergugah, sungguh, aku bahkan tak bisa menahan tangis yang pecah ketika diriku mendapati kiki terbaring lemas dikasur lusuh sambil memainkan tangannya dan berkata "Ya" dan sedikit megulurkan tanganya untuk menyambutku bersalaman, dan kemudian ku pegang erat-erat.

Tangisku semakin menjadi ketika salah satu dari rekanku menghampiriku dan melihat langsung keadaan kamar yang begitu memprihatinkan. Seakan aku menunjukan padanya dan berkata, "coba liat sendiri, apa kamu gak ngerasa iba tuh ngeliat kondisi kaya gitu"


Ku jelaskan, rumah itu sungguh sangat sempit dari yang kukira. Aku saja bahkan harus bergantian melihat dengan rekanku. Kondisinya sangat sumpek. Hanya ada tumukan-tumpukan baju tak terpakai dan beberapa helm bekas yan terpampang jelas didinding-dindingnya. Ditemani satu buah kasur lusuh, yang bahkan apabila digunakan, seperti halnya tidur dilantai. Itu bukan kasur menurutku. Seperti hanya sebuah alas.

Kiki terbaring diatas kasur ditemani suara dan tampilan televisi jadul film kartun spongebob. Matanya sesakali bergantian melihatku dan melihat layar televisi. Begitu semangat. Ketika kutanya, Kiki minum teh? Iya hanya menjawab Ya. Kubertanya lagi, Kiki udah makan? Ia berkata -belum, dengan nada yang tak begitu jelas

Ah sungguh tak terkira sedihnya diriku. Melihat kondisi yang tak pernah kulihat sebelumnya. Seakan menampar diriku yang setiap harinya bahkan hanya bisa mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Sudahlah, sampai saat ini saja aku masih kepikiran akan hal itu. Sudah sudah kembali ke topik lain.

Lanjut Kiki, Ia merupakan anak salah seorang penduduk dikampung tersebut. Ayahnya hanya bekerja sebagai seorang pemulung dan ia saat ini sedang berjuang melawan penyakitnya. Ya, gagal ginjal. Setiap minggunya, Kiki bahkan harus cuci darah dan bolak balik rumah sakit untuk kesembuhan kiki.

Berbekal sepedah berwarna merah muda, dengan keranjang didepan dan bankgu boncengan dibelakang untuk duduk cukup satu penumpang. Setiap harinya bahkan, Ayah Kiki selalu membawa Kiki menggunakan Sepeda tersebut dengan jarak tempuh cukup jauh. Bayangkan, setiap hari. Ayah kiki bekerja membawa Kiki yang dibonceng dengan sepedah yang katanya hasil pemberian salah satu orang tak dikenal dipinggir jalan yang Ia temui bebrapa pekan lalu. Ah, sudahlah aku cukup sedih mendengar cerita ini.

Bersambung~~~

Kuliah pusing, kerja pusing, pengen nikah aja. Eh, pas nikah pusing juga, pengen nikah lagi?

Banyak anak-anak muda zaman sekarang yang menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu solusi tepat dan cepat untuk menyelesaikan sebu...