Rabu, 21 November 2018
Hidup kurang bahagia atau Kamu yang tidak mensyukuri hidup?
Bosen ya denger kata-kata bahagia itu sederhana. Tapi emang kenyataannya gitu. Hani ngomong gini terinspirasi dari hasil mendengarkan radio kemarin, kemarin, dan kemarin malem disalah satu frekuensi Radio di Kota Serang. Waktu itu, Hani ngedenger ada anak perempuan ngeluh dan curhat sama si penyiar tentang hidupnya. Katanya dia masih ngerasa gak bahagia. Dia selalu ngerasa hidup orang lain lebih bahagia dari pada hidupnya sendiri.
.
.
Nah ini yang hani pikirin dan sejalur sama pemikiran si penyiar radio. Si penyiar radio malah nanya ke si penelpon perempuan "Hidup kamu yang kurang bahagia, atau kamu yang gak mensyukuri hidup kamu?"
.
.
Wah ngena banget nih omongan. Trus si penelpon bilang, "iya kali ya mas saya kurang nih bersyukurnya, apa-apanya suka ngerasa kurang terus dari orang lain" katanya.
.
.
Lah, hani jadi mikir yah bahagia mah sederhana aja, kita bersyukur sama hidup yang kita punya, terus lakuin apa yang Allah Kasih, trus terima apa yang ada, jangan terus ngeliat orang dan membandingkan kehidupan orang lain, itu aja dijamin hidup mah bakal bahagia.
.
.
Kaya gini deh, hani lagi diposisi apa sekarang, punya keluarga seperti apa, punya sodara kayak gimana, punya sahabat kayak apa, punya temen-teman kayak gimana, terima aja, barangkali memang diantara mereka itu adalah yang menjadikan kamu hidup bahagia.
.
.
Hidup mah bakal bahagia kalo kamu ga ngebandingin hidup kamu jauh lebih kurang bahagia dari orang lain. Jangan melihat hanya satu sisi kehidupan orang lain, karena emang kamu -GAK PERNAH TAU- terkadang hidup orang lain justru pengen hidup kaya kamu!.
Minggu, 04 November 2018
STROBERIKU DIJOGJA!
Gue : Jogja indah ga kalo malem?
Lu : Kalo ditanya indah ya indah tapi gue gabisa deskripsiin. Sekarang rame, banyak kendaraan.
Gue : Suka tapi?
Lu : Suka
Gue : Apa yg paling dikenang?
Lu : Gue jadi pengen kerja d Jogja selain d Jakarta.
Gue : Gimana?
Lu : Jogja itu,,, orangnya ramah, suasana nya tuh nyaman bikin betah.
Gue : Mau ajak gue kesana?
Lu : Pasti, kalo ada kesempatan. Tapi btw di Jogja panas...
Gue : Tapi seru?
Lu : Seru karena orang-orangnya juga sih kayaknya.
Gue : Gimana?
Lu : Yang bikin berkesan itu kebersamaan nya, berbaginya. Jadi walaupun kita d tempat gaenak sekalipun jadi enak danbnyaman karna kita sama mereka (orang yg kita sayang).
Lu : Tapi emang Jogja enak kok tempatnya.
Lu : Enak aja, liat Jogja.
Gue : _____
"Jadi intinya (kapanpun, dimanapun tempatnya, kalo sama orang yang disayang pasti betah dan nyaman, aku yakin kamu disana juga ketemu sama orang-orang yang sayang sama kamu)" Semoga aku juga bisa ketemu kamu di Jogja juga Stroberiku! ❤
Ket :
Gue : Siti Hanifah Abdillah
Lu : Ulfatun Khasanah
Kamu Fajar, Aku Senja
Kamu fajar, aku senja.
Makanya kita tak pernah bertemu di waktu yg sama.
Kamu fajar, aku senja.
Aku hanya bisa melihat jejak langkahmu tanpa bisa berjalan disampingmu.
Kamu fajar, aku senja.
Kita ada di langit yang sama.
Hanya saja saat aku datang kau pergi, pun sebaliknya
Kamu fajar, aku senja.
Kita berbeda. Tak pernah bersama.
Tapi entah mengapa, tanpamu bumi tak punya awal dan tanpaku bumi tak punya kesimpulan.
Kamu fajar, aku senja.
Dan aku benci telah menyukaimu.
Karena kau hanya jadi supir matahari,
Sedangkan aku hanya penjemput matahari.
Benar saja. Matahari hanya penyampai rinduku.
Entah rindumu.
Kamu fajar, aku senja.
Dan aku menyukaimu selalu
Tanpa pernah bertemu.
Tanpa pernah kau tau.
(Arta Laras & direduksi ulang oleh Hani)
Selasa, 09 Oktober 2018
Motivation Letter untuk Volunteer Kegiatan Sosial
Saya
Siti Hanifah Abdillah, seorang yang memiliki motivasi yang besar untuk hidup
menjadi orang baik dan mengharapkan kehidupan orang lain yang lebih baik. Saya,
selain memiliki motivasi yang tinggi, juga ingin berkontribusi dalam kegiatan
ini, sebagai bentuk ibadah dan juga merupakan sebuah kegiatan yang saya sukai.
Saya senang sekali jika berkecimpung didunia sosial, terkhusus yang berkenaan
dengan anak-anak, pendidikan, dan banyak orang. Dan kebetulan, saya juga
merupakan salah satu lulusan baru (Fresh Graduate) dengan gelar Sarjana Sosial.
Bisa menjadi bagian dari kegiatan sosial selalu menyenangkan buat saya, selalu
menikmati dan berbahagia dengan sendirinya.
Kecintaan
saya pada dunia sosial tumbuh sejak dibangku kuliah dulu, sempat beberapa kali mengikuti
kegiatan sosial dalam sebuah komunitas dan forum-forum yang bergelut dibidang
sosial dan pendidikan, terlebih, ketika semester akhir tahun 2017, saya juga
diberi kesempatan untuk, bekerja menjadi volunteer disebuah Lembaga Sosial
bernama Rumah Yatim. Didalam yayasan atau lembaga sosial ini, saya juga banyak
belajar untuk menjadi seseorang yang bermanfaat untuk orang lain, dan belajar untuk
terus berkarya yang mana hasilnya bisa bermanfaat untuk banyak orang.
Saya
selalu percaya, bahwa kegiatan atau pertolongan sekecil apapun akan sangat
dibutuhkan bagi orang-orang yang memang membutuhkan. Saya selalu percaya,
peradaban dunia akan maju apabila dibangun atas dasar kepedulian kita kepada
sesama. Saya percaya, bahwa apapun yang dilakukan untuk menuju “perubahan yang
lebih baik” itu akan berdampak bagi semua orang. Bagaiamapun, semua orang
memiliki kesempatan waktu, semua orang memiliki kesempatan hidup, semua orang
memilki kesempatan untuk belajar, semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi
lebih baik, semua orang juga memiliki kesempatan untuk dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Semua berhak menerima kesetaraan. Dan saya, percaya
bahwa semua orang diciptakan memang untuk saling membantu, berbagi dan saling
menghargai satu sama lain.
Melihat
selebaran perekrutan Sekolah Cerdas, dan ingin ikut berkecimpung didalamnya, hati
saya tergerak untuk mendaftarkan diri. Saya ingin menjadi bagian dari kalian
yang memiliki visi membangun pengeteahuan dan keterampilan sekolah dan siswa
dalam menghadapi risiko bencana alam dan bencana sosial. Yang saya ketahui
memang anak-anak usia belasan rentan sekali, sangat memerlukan edukasi mengenai
hal ini, bencana alam dan bencana sosial. Sebab banyak sekali anak usia belasan
yang bahkan banyak sekali mengalami terkena resiko bencana alam dan bencana
sosial yang diantaranya ada konflik sosial, bullying, kekerasan anak dibawah
umur, dan masih banyak lagi bencana-bencana sosial lainnya yang tertimpa kepada
anak usia belasan tahun.
Motivasi
saya sangat besar untuk menjadi bagian dari volunteer Sekolah Cerdas, saya
yakin dan percaya bahwa mereka (anak-anak) bahkan sangat membutuhkan edukasi
dan keterampilan dari yang paling mendasar, jadi yang paling umum. Mereka
berhak mendapatkan itu semua, apalagi bagi anak-anak yang berada diwilayah
rentan bencana, dan banyaknya kejadian konflik sosial. Saya ingin merubah
paradigma anak-anak bahwa setiap orang bisa mengantisipasi terjadinya bencana
alam, juga setiap anak bisa dan mampu merefleksikan dirinya untuk tidak
terlibat dalam konflik-konflik sosial dan kekerasan sosial dan lain sebagainya.
Salam
hangat, salam damai dan mari menuju perubahan. Mari menjadi orang baik,
terimakasih. Hani.
Selasa, 10 Juli 2018
Bersama Dua Puluh
Beberapa waktu yang lalu teman-teman angkatanku menikah.
Senangnya bukan main diriku. Disuguhi dan diberikan sahabat-sahabat seperti
mereka yang tak pernah lagi bertemu sejak pertemuan terakhir kita pada
Khutbatul Wada 2014 silam. Ya, mungkin ada beberapa yang sudah bertemu
denganku, tetapi tidak semuanya.
Ah, banyak sekali yang ingin kusampaikan pada ceritaku kali
ini. hanya saja, sepertinya tidak cukup sehalaman atau dua halaman untuk
menggambarkan betapa menyenangkannya kalian. Betapa membahagiakannya kalian,
betapa berkesannya kalian dihidupku. Tulisan ini juga mungkin tidak cukup
menceritakan seluruh kisah dari kisah-kisah yang pernah kita lalui bersama. Tapi
setidaknya, ini jadi kenangan sedikit.
Kutulis celotehan ini dengan sedikit melankolis,ditemani
lagu-lagu galau dengan kondisi hati yang galau pula. Ah iya lah gimana engga melankolis coba, beberapa rekan kami sudah melangsungkan
pernikahan mereka beberapa waktu yang lalu dalam kurun waktu 4 tahun ini, dan
bahkan beberapa diantaranya sudah memiliki buah hati.
Dan, yang ditanyakan nih. Gimana nasib kita-kita ini yah, yang
belum punya jodoh sekaligus yang belum punya pasangan hmm “sindiran keras”. Tapi
ya sudah lah, lupakan soal ini, kita bahas yang lain saja oke? Setuju? Kalo setuju
jangan baper dan jangan mikir macem-macem soal si dia wkwk.
Beberapa hari lagi, satu diantara kita juga akan melangsungkan pernikahan. Tepanya Sabtu nanti, ia adalah sahabatku, teman
dekatku dikelas dulu, dan teman se-kamar dulu. Ah, pasti kamu sedang tidak
sabar ya menunggu hari H itu tiba. Sama, aku juga tidak sabar. Ingin seklai
melihatmu mengenakan gaun pengantin yang insya allah akan menjadi gaun pertama
dan terakhir yang dikenakan dihari yang sangat istimewa nanti. Ya semoga saja
ya, doaku selalu menyertaimu sayangku.
Tapi sebenernya aku tidak akan menceritakan hal ini, berapa orang
yang sudah menikah, siapa saja yang sudah menikah, dan bagaimana pula nasib kami-kami
yang jomblo ini. Tidak. Tapi, jauh dari itu, aku ingin kalian flashback ke masa
lalu sebentar saja. Ya jika tidak mau juga tidak apa-apa kok, terserah kamu
hehe.
Aku engga pernah nyangka bisa ada diposisi ini sekarang. Menjadi
bagian dari kalian itu menyenangkan, walaupun banyak harunya, banyak sedihnya,
banyak berantemnya, banyak marah-marahnya, banyak teriak-teriaknya, banyak gak
tau malunya, banyak sebelnya, banyak sayangnya, dan banyak cintanya.
Dua puluh bagiku bukan sekedar angkatan. Tapi jauh dari kata
itu, dua puluh bagiku mampu menjadi yang tak pernah hilang diingatan dan hati. Tentu
saja, bagaimana tidak? Walaupun aku hanya tiga tahun bareng kalian, tapi tidak
sedikitpun mengurangi rasa sayangku kekalian. Tidak sama sekali. Ah sial, aku
benar-benar rindu. Sungguh. Kalo kamu? Engga ya? Hmm yaudah gapapa kalo aku aja
yang rindu mah, gapapa, gapapa kok :(
Sudah lama rasanya tak lagi berkumpul, mengaji bersama,
mengantri bersama, makan bersama, bergadang bersama, nyuci bersama, dan
kegiatan-kegiatan yang sering kita lalui sama-sama. Mulai dari di hukum bareng,
ditampar sama buku bareng-bareng, digeplak ketua ISDI bareng, diteriakin Ta’lim,
digerebek Lughoh, dijeburin
bareng-bareng, UN bareng, tidur bareng, bolos bareng, mabal bareng, kabur
bareng, engga ke musholla bareng, tapi engga BAB bareng ya :(
Eh tapi engga bareng-bareng juga sih, soalnya kadang banyak
juga yang gamau diajak maksiat. Contohnya nih ya contohnya, ya ga semua
dilakukin bareng-bareng tapi ada beberapa yang gak mau juga diajak nakal bareng
wkwkw. Dengan alibi gamau dipandnag jelek tea niing wkwk. Hayoo ngaku siapa
yang kaya gitu? Kamu atau aku? Eh haha
Semua yang dilalui kita bareng bareng selalu melekat, tepatnya
pada hari ini, aku beneran baper hari ini, liat-liat foto kita bareng, foto
pake handycame yang diselundupkan diatas lemari, foto ketika salah satu rekan
kami dijenguk, foto ketika satu diantara kami datang keasrama dan membawa
hengpon jadul kamera B612 :(. Dan yang paling baper liat foto-foto teman-teman
kita satu persatu yang sudah menikah J.
Semuanya benar-benar terekam dalam
ingatan, satu persatu datang berseliweran huhu.
Orang-orang yang bahkan bukan satu kelas atau satu jurusan,
aku juga merindukan kalian sungguh. Kalian emang engga ya? Iya sih yang udah
sibuk masing-masing tuh. Tau kok tau :(. Tapi asal kalian tau aja ya, akutu
bersyukuurr banget punya kalian, yang awalnya ga pernah nyangka bisa bertahan
dipesantren selama 3 tahun dengan alasan yang engga masuk akal mungkin. Tapi
anehnya, kalian itu ya, ngangenin. serius aja!
Bersyukur juga sampai detik ini masih dikelilingi kalian
orang-orang baik, sholeh dan solehah. Mengingatkan dikala salah, merindukan
dikala gundah, menjadi obat penenang dikala gelisah, menjadi yang terbaik
diantara yang baik, aku memang jarang sekali menyapa kalian via sosial media
atau bahkan menelpon kalian satu-satau, tapi ketahuilah, kalian lebih dari
sahabat dan teman.
Sama kalian udah kaya sodara kandung sedarah. Lagi susah
minta tolongnya ke kalian, lagi sakit dimanjanya sama kalian, dijenguknya sama
kalian, lagi sedih dihiburnya sama kalian, lagi kesel ditenanginnya sama
kalian, lagi pengen nangis di redainnya sama kalian, lagi pengen jalan-jalan
diajak jalannya sama kalian. Kalo sedih juga dibahagiainnya sama kalian. Ah ga
tau lagi harus bilang apa kekalian.
Mungkin kata terimakasih juga engga cukup buat negbuktiin
rasa sayang aku kekalian. Intinya aku sayang kalian karena Allah kalo kata Baim
mah :(. Sebagiamanapun yang pernah aku lakuin kekalian , baik buruk atau baik,
harap dimaklumi. Mohon dimaafkan segala keburukanku selama ini, mohon lupakan
pula jika ada kebaikan yang pernah aku lakukan kekalian, sudah cukup jangan
diungkit ya.
Aku meminta maaf jika suatu hari nanti aku jarang lagi
menyapa kalian via medsos, menegur kalian via telfon dan banyak hal-hal lain
pula yang nantinya jarang aku lakukan. Doakan temanmu ini, jadikan aku juga
sahabatmu dan saudaramu, karena aku juga selalu menganggap kalian sahabat dan
saudaraku selamanya. Semoga kalian menjadi satu diantara orang yang nanti
menyelamatkan aku dan membawaku ke Syugra-Nya nanti.
Terimakasih banyak sudah membaca sampai habis, gausah
dihayati, nanti kaya Catur Hayati, atau Hayati Shulhiyah lagi hmm. Aku tidak
memaksa kalian memiliki rasa yang sama sepertiku, tapi aku hanya ingin kalian
tetap menjadi diri kalian dan menjadi apa adanya. Menjadi kalian yang senatiasa
menyenangkan dan menggembirakan, karena aku sangat suka, sungguh!
Selamat menjalani proses saudara saudariku, selamat menempuh
hidup baru bagi yang telah menikah, selamat pula melaksanakan tetek bengek
persidangan bagi yang melakukannya, selamat bekerja pula bagi yang sudah
bekerja, selamat menjadi ibu untuk yang punya anak, selamat pula berusaha bagi
yang sedang berusaha, selamat berproses dan menjadi baik, tetap demikian, tetap
sayang dan tetap ada. Terimakasih, salam hangat dari Bandung :).
Ditulis dengan penuh suka cita untuk duapuluhku bersama. Tetap
menjadi duapuluhku ya, tetap menjadi apa adanya. Pesanku, jangan lupakan
seluruh kenangan yang pernah kita laluin bareng, karena kamu tau? Kenangan-kenangan
itu membawa kita pada kata “Ternyata aku punya orang-orang yang juga
menyayangiku” lupakan yang jelek, inget aja yang baik-baiknya ya. Satu lagi,
jangan suudzon, doakan aku! sekian :).
Bandung, 10 July 2018
Rabu, 16 Mei 2018
Kenapa Jarang Pulang? Genap 7 Tahun Ramadhan Tidak di Rumah
Sudah lama rasanya. Ah, kurindu. Aku memang selalu merindukan
Rumah. Kapanpun dimanapun, tak ada kata yang bisa menggambarkan Rumah. Kata
apapun yang baik untuk Rumah, itu selalu pantas diungkapkan. Ternyaman, terindah,
terenak, terbaik, surgaku, duniaku, masa kecilku, ah, apapun itu.
Sudah lama rasanya tak menginjakkan kaki dirumah Sejak
September 2017 lalu. Bahkan sampai sekarang ku tak pernah lupa setiap detail rumahku (yaiyalah aing oge imah sendiri mah inget, kata kamu). Warna lantainya,
wangi harumnya, lampu-lampu aneh dan indah yang menempel diatap, dinding
temboknya yang khas berwarna kuning cerah matahari, atap yang teduh dengan
warna soft pink, pintu-pintu dengan cat biru pink hijau. Ah, kalian pasti
tidak bisa membayangkan, kenapa rumahku warna-warni sekali ya? Hehehe
Apalagi sekarang awal masuk bulan Ramadhan. Hari pertama
Puasa. Ah, aku bahkan masih asik dengan duniaku, deengan seluruh aktivitas dan
keseharianku. Kamu tau? Aku ingat betul
hal apa yang selalu dilakukan ketika Ramadhan tiba. Ah sial, Aku benar-benar rindu
sekarang. Sahur pertama biasanya terdengar suara Ibu memasak didapur, suara Bapak tertawa atau hanya sekedar
mengomentari isu-isu melihat tontonan televisi, ruang makan dengan meja bundar, dapur yang dipenuhi wangi bumbu maskaan, adek Hakim yang udah nangis bangun minta susu, atau suara Akbar dan Latief yang dibangunkan sambil ngomel-ngomel hehe. (beda banget sama sahur aku dikosan tadi pagi, dan sedih kalo diceritain mah huhu, cuma saur makan bertiga sama Ghinaa dan Aliansi, dan itu sepii krik kriikk)
Aaaah... semua aktivitas itu... aku rinduuu dan ingin datang. Kalian
pasti kesal ya, Aku selalu bilang Rindu mulu tapi ga pernah pulang. Hmm oke baiklah,
maafkan aku yang pertama, kedua, akan kujelaskan mengapa aku tidak pulang, yang
ketiga, ya aku ingin aja hehe.
Ada beberapa alasan mungkin kenapa aku memutuskan untuk
jarang pulang. Selama di Bandung, paling hanya pulang setiap (satu semester satu kali). Jadi bisa disimpulkan, selama setahun Hani paling pulang cuma dua
kali hehe. Pernah siih beberapa kali pulang lebih dari dua kali dalam setahun, nah, berarti memang ada hal urgent yang harus dilakukan dan harus kudu wajib pulang kerumah hehe.
Padahal jarak Serang-Bandung gak jauh-jauh amat Han, 7 Jam
juga nyampe. Eh ke rumah aku mah kadang bisa sampe 10 jam taauu sad. pernah berangkat
keluar kosan jam 10 pagi, dan nginjekin kaki nyampe rumah jam 8 malem laaah. Parah kan?
Hmmmm
Oke balik lagi, kenapa Hani jarang pulang? pertama, dari semenjak SMA dulu kan Boarding School tuh selama 3 tahun, disini aku diajarin buat tahan banting biar gak jadi anak manja. Sering banget bahkan engga pernah banget awal Ramadhan bisa pulang. Susah izin, alhasil, yaudah 3 tahun berturut-turut Ramadhan pertama selalu diasrama dan pulang paling beberapa hari mau lebaran hmm.
Nah, lanjut pas kuliah (sampe sekarang juga masih kuliah ketang hehe). mungkin karena udah kebiasaan kali yah, sampe akhirnya aku bener-bener menyibukkan diri sama aktivitas-aktivitas biar bisa nunjang kegiatan aku (soalnya aku orangnya susah diem hehe) jadi we, jarang pulang juga. Eh, tapi tenang, komunikasi sama orangtua? Aman kok. aman banget hehe
Selain dari faktor kebiasaan, ada hal lain juga yang nyebabin Hani jarang pulang. Tapi, dari sini Hani juga belajar banyak. belajar menghargai waktu, tanggungjawab, dan kewajiban. kewajibannya belum boleh pulang, yaudah jangan pulang dulu, tanggungjawabnya masih belum rampung, yaudah rampungin dulu. Dari dulu selalu pegang prinsip itu, karena Hani dulu ikut bebebrapa organisasi di intra dan ekstra kampus, jadi beberapa waktunya kadang Hani pake buat ngeberesin tugas-tugas kewajiban, tangungjawab yang Hani pegang di-organisasi tersebut.
Emang gak kangen Rumah? jawabannya, siapa sih yang gak kangen orangtua, siapa sih yang gak sayang, siapa sih yang gak mau pulang? sama kok aku juga manusia biasa kaya kalian, kangen sayang rindu ah semuanya. Tapi ya itu, balik lagi sih ke prinsip awal tadi, kalau belum beres pekerjaan dan segala tetek bengek dan lain lain kenapa harus terburu-buru pulang? nanti malah gak enak hati ketika belum beres semua kewajiban dan tanggung jawab, nanti malah kepikiran hehe. bahkan tahun 2017 lalu, aku juga pulang H-1 Lebaran gara-gara harus nunaikan kewajiban Magang disalah satu Media Cetak Nasional sama 3 anak lainnya (Sausan, Asol, Dian). ya kan San, Sol, Cil? ah jadi kangen magang wkwkw
Ah udahlah segini aja, tapi intinya yah buat anak rantau nih, kalo emang temen-temen punya lebih banyak waktu longgar dan tidak ada kewajiban atau urusan apapun, mending pulang aja deh aku saranin. Jangan ikutin aku hehe, sapa orangtua dirumah, dari pada ngabisin duit dikosan aja ga ngapa-ngapain kan yak? mending pulang lah yaa hehee setuju gak? hehe
udah dulu ya, nanti ceritanya dilanjut lagi hehe. see :) selamat menjalankan puasa Ramadhan 1439 H yaaa
Nah, lanjut pas kuliah (sampe sekarang juga masih kuliah ketang hehe). mungkin karena udah kebiasaan kali yah, sampe akhirnya aku bener-bener menyibukkan diri sama aktivitas-aktivitas biar bisa nunjang kegiatan aku (soalnya aku orangnya susah diem hehe) jadi we, jarang pulang juga. Eh, tapi tenang, komunikasi sama orangtua? Aman kok. aman banget hehe
Selain dari faktor kebiasaan, ada hal lain juga yang nyebabin Hani jarang pulang. Tapi, dari sini Hani juga belajar banyak. belajar menghargai waktu, tanggungjawab, dan kewajiban. kewajibannya belum boleh pulang, yaudah jangan pulang dulu, tanggungjawabnya masih belum rampung, yaudah rampungin dulu. Dari dulu selalu pegang prinsip itu, karena Hani dulu ikut bebebrapa organisasi di intra dan ekstra kampus, jadi beberapa waktunya kadang Hani pake buat ngeberesin tugas-tugas kewajiban, tangungjawab yang Hani pegang di-organisasi tersebut.
Emang gak kangen Rumah? jawabannya, siapa sih yang gak kangen orangtua, siapa sih yang gak sayang, siapa sih yang gak mau pulang? sama kok aku juga manusia biasa kaya kalian, kangen sayang rindu ah semuanya. Tapi ya itu, balik lagi sih ke prinsip awal tadi, kalau belum beres pekerjaan dan segala tetek bengek dan lain lain kenapa harus terburu-buru pulang? nanti malah gak enak hati ketika belum beres semua kewajiban dan tanggung jawab, nanti malah kepikiran hehe. bahkan tahun 2017 lalu, aku juga pulang H-1 Lebaran gara-gara harus nunaikan kewajiban Magang disalah satu Media Cetak Nasional sama 3 anak lainnya (Sausan, Asol, Dian). ya kan San, Sol, Cil? ah jadi kangen magang wkwkw
Ah udahlah segini aja, tapi intinya yah buat anak rantau nih, kalo emang temen-temen punya lebih banyak waktu longgar dan tidak ada kewajiban atau urusan apapun, mending pulang aja deh aku saranin. Jangan ikutin aku hehe, sapa orangtua dirumah, dari pada ngabisin duit dikosan aja ga ngapa-ngapain kan yak? mending pulang lah yaa hehee setuju gak? hehe
udah dulu ya, nanti ceritanya dilanjut lagi hehe. see :) selamat menjalankan puasa Ramadhan 1439 H yaaa
Jumat, 04 Mei 2018
Saya Hanya Menunggu Keajaiban
Menjejaki perkampungan kumuh disalah satu daerah di Kota Bandung. Beberapa sorot mata memandang satu persatu dari kami, yang berseragam, ber name-tag serta dimasing masing tangan membawa satu dua buah kamera dan tripod yang digotong oleh salah satu rombongan.
Melangkah menelusuri, satu dua kali bertemu salah satu penduduk atau warga asli kampung, tak ubahnya menjaga sopan santun dan tatakrama, kami semua selalu berkata -punten- ketika melewati satu dua orang yang entah sedang duduk atau hanya sekdar lewat. Yang kemudian, dibalas dengan kata -mangga-.
Semakin jauh. Jalan-jalan tikus yang entah sampai saat ini saja aku bahkan tak bisa menghafalnya, karena memang susah. Berbelok-belok dan sempit sekali membuatku tak bisa mengingat.
Disambut ramah oleh salah satu ketua RT dan RW didaerah tersebut, kami berlanjut menuju tempat tujuan.
Suara uap kereta api terdengar jelas dari tempatku dan beberapa rekanku berpijak. Memang, tempatnya dipinggir rel kereta api. Sorak sorai anak-anak kampung bermain layang-layang dan beberapa permainan tradisional (yang mungkin sekarang udah jarang sekali ditemui). Tapi, dikampung ini, didekat rel kereta ini, kita bisa melihat jelas masa-masa kecil yang pernah kita rasain dulu.
Tibalah pada sebuah rumah petak yang begitu sempit. Bahkan menurutku, itu bukan rumah. Tapi (maaf) lebih seperti tempat rongsokan atau lebih kasarnya tempat pembuangan sampah dan penyimpan barang-barang bekas. Disuguhi tumpukan helm yang menumpuk dan berserakan, serta barang-barang tak terpakai dan tak layak pakai, banyak ditemui diselasar rumah petak ini.
Miris. Kondisi yang seperti itu menurutku bahkan jauh dari kata layak. Sampah dimana mana, tumpukan baju (entahlah itu baju apa) yang pasti aku lihat baju-baju itu dibiarkan menumpuk dan beberapa diantaranya digantung didalam dan diluar rumah.
Itulah kediaman salah satu anak penederita gagal ginjal. Kiki (16) hidup sebagai anak piatu dan tiggal bersama Ayah yang seorang diri merawat dan membesarkan Kiki dengan sepenuh hati.
Kutelusuri satu demi satu tempat yang kataku tak layak dikatakan rumah. Hatiku tergugah, sungguh, aku bahkan tak bisa menahan tangis yang pecah ketika diriku mendapati kiki terbaring lemas dikasur lusuh sambil memainkan tangannya dan berkata "Ya" dan sedikit megulurkan tanganya untuk menyambutku bersalaman, dan kemudian ku pegang erat-erat.
Tangisku semakin menjadi ketika salah satu dari rekanku menghampiriku dan melihat langsung keadaan kamar yang begitu memprihatinkan. Seakan aku menunjukan padanya dan berkata, "coba liat sendiri, apa kamu gak ngerasa iba tuh ngeliat kondisi kaya gitu"
Ku jelaskan, rumah itu sungguh sangat sempit dari yang kukira. Aku saja bahkan harus bergantian melihat dengan rekanku. Kondisinya sangat sumpek. Hanya ada tumukan-tumpukan baju tak terpakai dan beberapa helm bekas yan terpampang jelas didinding-dindingnya. Ditemani satu buah kasur lusuh, yang bahkan apabila digunakan, seperti halnya tidur dilantai. Itu bukan kasur menurutku. Seperti hanya sebuah alas.
Kiki terbaring diatas kasur ditemani suara dan tampilan televisi jadul film kartun spongebob. Matanya sesakali bergantian melihatku dan melihat layar televisi. Begitu semangat. Ketika kutanya, Kiki minum teh? Iya hanya menjawab Ya. Kubertanya lagi, Kiki udah makan? Ia berkata -belum, dengan nada yang tak begitu jelas
Ah sungguh tak terkira sedihnya diriku. Melihat kondisi yang tak pernah kulihat sebelumnya. Seakan menampar diriku yang setiap harinya bahkan hanya bisa mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Sudahlah, sampai saat ini saja aku masih kepikiran akan hal itu. Sudah sudah kembali ke topik lain.
Lanjut Kiki, Ia merupakan anak salah seorang penduduk dikampung tersebut. Ayahnya hanya bekerja sebagai seorang pemulung dan ia saat ini sedang berjuang melawan penyakitnya. Ya, gagal ginjal. Setiap minggunya, Kiki bahkan harus cuci darah dan bolak balik rumah sakit untuk kesembuhan kiki.
Berbekal sepedah berwarna merah muda, dengan keranjang didepan dan bankgu boncengan dibelakang untuk duduk cukup satu penumpang. Setiap harinya bahkan, Ayah Kiki selalu membawa Kiki menggunakan Sepeda tersebut dengan jarak tempuh cukup jauh. Bayangkan, setiap hari. Ayah kiki bekerja membawa Kiki yang dibonceng dengan sepedah yang katanya hasil pemberian salah satu orang tak dikenal dipinggir jalan yang Ia temui bebrapa pekan lalu. Ah, sudahlah aku cukup sedih mendengar cerita ini.
Bersambung~~~
Melangkah menelusuri, satu dua kali bertemu salah satu penduduk atau warga asli kampung, tak ubahnya menjaga sopan santun dan tatakrama, kami semua selalu berkata -punten- ketika melewati satu dua orang yang entah sedang duduk atau hanya sekdar lewat. Yang kemudian, dibalas dengan kata -mangga-.
Semakin jauh. Jalan-jalan tikus yang entah sampai saat ini saja aku bahkan tak bisa menghafalnya, karena memang susah. Berbelok-belok dan sempit sekali membuatku tak bisa mengingat.
Disambut ramah oleh salah satu ketua RT dan RW didaerah tersebut, kami berlanjut menuju tempat tujuan.
Suara uap kereta api terdengar jelas dari tempatku dan beberapa rekanku berpijak. Memang, tempatnya dipinggir rel kereta api. Sorak sorai anak-anak kampung bermain layang-layang dan beberapa permainan tradisional (yang mungkin sekarang udah jarang sekali ditemui). Tapi, dikampung ini, didekat rel kereta ini, kita bisa melihat jelas masa-masa kecil yang pernah kita rasain dulu.
Tibalah pada sebuah rumah petak yang begitu sempit. Bahkan menurutku, itu bukan rumah. Tapi (maaf) lebih seperti tempat rongsokan atau lebih kasarnya tempat pembuangan sampah dan penyimpan barang-barang bekas. Disuguhi tumpukan helm yang menumpuk dan berserakan, serta barang-barang tak terpakai dan tak layak pakai, banyak ditemui diselasar rumah petak ini.
Miris. Kondisi yang seperti itu menurutku bahkan jauh dari kata layak. Sampah dimana mana, tumpukan baju (entahlah itu baju apa) yang pasti aku lihat baju-baju itu dibiarkan menumpuk dan beberapa diantaranya digantung didalam dan diluar rumah.
Itulah kediaman salah satu anak penederita gagal ginjal. Kiki (16) hidup sebagai anak piatu dan tiggal bersama Ayah yang seorang diri merawat dan membesarkan Kiki dengan sepenuh hati.
Kutelusuri satu demi satu tempat yang kataku tak layak dikatakan rumah. Hatiku tergugah, sungguh, aku bahkan tak bisa menahan tangis yang pecah ketika diriku mendapati kiki terbaring lemas dikasur lusuh sambil memainkan tangannya dan berkata "Ya" dan sedikit megulurkan tanganya untuk menyambutku bersalaman, dan kemudian ku pegang erat-erat.
Tangisku semakin menjadi ketika salah satu dari rekanku menghampiriku dan melihat langsung keadaan kamar yang begitu memprihatinkan. Seakan aku menunjukan padanya dan berkata, "coba liat sendiri, apa kamu gak ngerasa iba tuh ngeliat kondisi kaya gitu"
Ku jelaskan, rumah itu sungguh sangat sempit dari yang kukira. Aku saja bahkan harus bergantian melihat dengan rekanku. Kondisinya sangat sumpek. Hanya ada tumukan-tumpukan baju tak terpakai dan beberapa helm bekas yan terpampang jelas didinding-dindingnya. Ditemani satu buah kasur lusuh, yang bahkan apabila digunakan, seperti halnya tidur dilantai. Itu bukan kasur menurutku. Seperti hanya sebuah alas.
Kiki terbaring diatas kasur ditemani suara dan tampilan televisi jadul film kartun spongebob. Matanya sesakali bergantian melihatku dan melihat layar televisi. Begitu semangat. Ketika kutanya, Kiki minum teh? Iya hanya menjawab Ya. Kubertanya lagi, Kiki udah makan? Ia berkata -belum, dengan nada yang tak begitu jelas
Ah sungguh tak terkira sedihnya diriku. Melihat kondisi yang tak pernah kulihat sebelumnya. Seakan menampar diriku yang setiap harinya bahkan hanya bisa mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Sudahlah, sampai saat ini saja aku masih kepikiran akan hal itu. Sudah sudah kembali ke topik lain.
Lanjut Kiki, Ia merupakan anak salah seorang penduduk dikampung tersebut. Ayahnya hanya bekerja sebagai seorang pemulung dan ia saat ini sedang berjuang melawan penyakitnya. Ya, gagal ginjal. Setiap minggunya, Kiki bahkan harus cuci darah dan bolak balik rumah sakit untuk kesembuhan kiki.
Berbekal sepedah berwarna merah muda, dengan keranjang didepan dan bankgu boncengan dibelakang untuk duduk cukup satu penumpang. Setiap harinya bahkan, Ayah Kiki selalu membawa Kiki menggunakan Sepeda tersebut dengan jarak tempuh cukup jauh. Bayangkan, setiap hari. Ayah kiki bekerja membawa Kiki yang dibonceng dengan sepedah yang katanya hasil pemberian salah satu orang tak dikenal dipinggir jalan yang Ia temui bebrapa pekan lalu. Ah, sudahlah aku cukup sedih mendengar cerita ini.
Bersambung~~~
Langganan:
Postingan (Atom)
Kuliah pusing, kerja pusing, pengen nikah aja. Eh, pas nikah pusing juga, pengen nikah lagi?
Banyak anak-anak muda zaman sekarang yang menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu solusi tepat dan cepat untuk menyelesaikan sebu...

-
Saya Siti Hanifah Abdillah, seorang yang memiliki motivasi yang besar untuk hidup menjadi orang baik dan mengharapkan kehidupan orang lain...
-
Beberapa waktu yang lalu teman-teman angkatanku menikah. Senangnya bukan main diriku. Disuguhi dan diberikan sahabat-sahabat seperti mer...
-
Saat ini sebuah kata rela yang disematkan untuk senja yang biasa aku sebut-sebut dalam linimasa sosial mediaku sedang merajuk kepadaku. K...