Pagi
– siang – malam lalu kembali lagi menjadi pagi. Perputaran waktu kian hari kian
cepat. Cerah – terik – berawan – hujan, alam pun turut serta memainkan
perannya. Lelaki gempal itu melihat kalender, terfokus pada lingkaran merah.
Waktunya semakin dekat, tapi ia belum mempersiapkan apa – apa.
“Hei Maleo, cepatlah kau kesini! Tak
tahu pula aku sibuk hah ? Kau malah berdiri cengo disana”
Seperti terlemparkan ke alam sadar,
ia beringsut dan segera menghampiri sumber suara.
“Jangan pakai teriak, kupingku ini
masih berfungsi normal”
“Beraninya kau. Hah sudahlah, ini,
jajakkan belalang ini di pinggir jalan di depan sana. Kalau sudah habis,
bolehlah kau pulang.”
Maleo mencibir dan meniggalkannya
sendiri.
* * *
Matahari sudah di atas ubun-ubun.
Ini sudah setengah hari, dan seperempat hari sudah ia menjajakkan sate
belalangnya, tapi sate – satenya pun belum setengahnya habis. Ia mengelap peluh
keringat di wajah, leher dan lengannya. Terik ini benar- benar telah
menghajarnya habis – habisan.
“Mas satu tusuk sate ini berapa ya
?”
“Dua ribu rupiah aja bu”
“Saya beli 20 ya, tolong di bungkus.
Ini uangnya”
“Ini bu, terimakasih”
Ia memperhatikan ibu tersebut.
Pakaiannya necis, dari penampilannya sudah dipastikan ibu tersebut termasuk
golongan borju. Ia mematut dirinya, membandingkan dan membayangkan. Kenapa
cepat sekali orang kaya itu bertambah kaya, tapi dirinya berusah bertahun –
tahun pun belum mendapat apa yang diinginkan.
Maleo memutuskan untuk memindahkan
tempat jualannya. Melirik dagangannya yang sudah pasti tinggal setengah karena
diborong ibu tadi. Ia mengelap peluh keringat di wajah, leher dan lengannya
lagi.
Tiba-tiba matanya tertuju pada
sesosok kakek tua renta yang mengemis kasih di perempatan jalan. Huh, enak sekali dia, hanya pasang muka
melas sudah dapat uang, gumamnya.
“Maka kau jangan mengejar bayang
semu. Hai anak muda, tahu makna namamu pun tidak, bagaimana hidupnya”
Maleo terkaget. Ia memalingkan
wajahnya, seorang nenek tua tengah menatapnya dan tersenyum kepadanya. Hah, apa aku gila, sejak kapan dia disitu?
“Gila ?” nenek itu terbahak, “Hei
anak muda, kau malah berfikir kau ini gila. Aku ini memang sudah dari tadi
duduk disini, bahkan sebelum kau belajar berjalan pun aku sudah disini”
Maleo mengernyit tidak mengerti. Ia
memperhatikan nenek tua itu, rambut putih disanggul, kebaya, sirih, ia jadi
merinding sendiri melihatnya. Ia lalu kembali melanjutkan jualannya, berfikir
bahwa nenek itu gila.
Tak lama seorang bapak memborong
seluruh belalangnya tanpa terkecuali. Maleo senang bukan main. Ia segera
merapihkan barangnya dan bergegas pulang. Diliriknya nenek tua itu, ia masih
disana menatapnya. Di tengah kesibukannya, ia tidak tahu nenek itu
menghampirinya dan menepuk pundaknya.
“Maleo. Kau sadar kau ini perantau
dan menghabiskan waktu tidak sesuai roda kehidupan. Kau ini seharusnya sudah di
atas, tapi kau menunggu untuk di jemput. Takdir itu tidak seperti itu nak,
berfikirlah lebih jernih dan siapkan dirimu.”
* * *
“Lalu apa yang dilakukan Maleo
setelah itu ayah ?” Melati-ku
membulatkan matanya
“Hmm, setelah Maleo bertemu nenek
misterius itu, ia segera memikirkan kalimat nenek itu. Setiap hari, sebelum
tidur. Ia benar-benar tidak mengerti apa maksud ucapan nenek itu.
Lingkaran merah di kalender itu
adalah tes kerja di salah satu perusahaan asing. Ia akhirnya diterima sebagai office boy, tapi Tuhan menakdirkan lain.
Sebulan kemudian perusahaan itu bangkrut. Perusahaan itu terpaksa ditutup dan
membuat ribuan karyawan terlantar. Tapi ia tidak memberitahukan hal ini kepada
pamannya.
Suatu sore ketika ia tengah asyik
menangkap belalang, ekor matanya menangkap suatu yang amat berkilau. Amat
sangat berkilau. Hari itu, langit memilihnya untuk menemukan sebongkah emas.
Hei, betapa beruntungnya dia, betul kan ?”
Melati mengangguk. Aku menghela
nafas.
“Ia tak menyia-nyiakan kesempatan
itu. Ia segera membawanya pulang, memperlihatkan kepada pamannya. Betapa mereka
senang bukan kepalang. Ia menjual emas itu, lalu hasilnya ia jadikan usaha
penangkaran belalang. Sebulan, dua bulan, usaha mereka melejit. Wuss, seperti
roket.”
“Ah, ayah, tapi itu hal biasa kan ?
Seorang miskin yang mendapat keberuntungan”
“Kau belum tahu kelebihannya.
Melati, dia adalah yatim piatu dengan fisik yang serba kekurangan. Duduk di
kursi roda, dengan tangan yang tidak sempurna. Jangan lupakan badannya yang
gempal”
“Sepertinya aku tahu Maleo siapa”
“Betul sayang, Maleo adalah Paman
Leo. Pastinya kau ingat, dia sering membawakanmu boneka kan ? Sekarang usahanya
sudah terkenal di mancanegara. Dan ia sangat berterima kasih kepada nenek
misterius yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar