Jumat, 20 Mei 2016

PEMERINTAH LUPUT MEMPREDIKSI?


Siapa yang tak tahu proyek Kereta Cepat jakarta-Bandung? Inovasi baru di Bumi Pertiwi ini membuat masyarakat terkagum kagum akan kata dan makna “Cepat” . Ya! Dikatakan cepat karena kereta ini hanya menempuh jarak sekitar 35-45 menit saja dari Jakarta menuju Bandung dengan jarak tempuh sekitar 142,3 kilometer. Jarak tempuh yang cepat ketika  biasanya ditempuh kurang lebih 2 jam dengan menggunakan transportasi umum.
Awalnya, kereta cepat terbentuk karena, Proyek kereta cepat ini merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Cepat antara Jakarta dan Bandung pada 6 Oktober 2015.
Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung dilakukan oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dengan pemilikan saham 40% China Railway International Co. Ltd., dan 60% dimiliki PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Meski masih menuai kontroversi, pembangunan proyek kereta cepat Jakarta dan Bandung ditargetkan akan rampung pada akhir 2018, dan beroperasi pada awal 2019 mendatang.
Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung, secara keseluruhan jalur proyek kereta cepat ini berawal dari Halim, Jakarta sampai dengan Tegal Luar, Kabupaten Bandung, yang akan berhenti di empat stasiun. Panjangnya 142 kilometer, yang sebagian besar menggunakan jalur jalan tol. Untuk sekali jalan, tarif kereta api cepat Jakarta-Bandung akan dibanderol Rp 200.000. Tarif tersebut berlaku saat pengoperasian kereta api cepat.
Pada awalnya, tinggal tiga izin lagi yang sedang diproses oleh lembaganya yaitu izin pembangunan untuk 5 kilometer pertama, perjanjian konsendi dan izin usaha.
Namun, 16 Maret yang lalu Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan melalui kuasanya Dirjen Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko bersama Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Hanggoro Budi Wirjawan menandatangani kesepakatan mengenai konsesi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada Rabu malam.
Menteri Jonan mengatakan, perjanjian konsesi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sudah ditandatangani dengan tanpa jaminan pemerintah dalam bentuk apapun untuk jangka waktu 50 tahun. Sebelumnya telah ditandatangani Perjanjian Konsesi Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada 16 Maret 2016. Kemudian dilanjutkan penerbitan Izin Usaha Penyelenggaraan Prasarana Kereta Api Cepat Jakarta–Bandung pada 17 Maret 2016. 
Proyek Kereta cepat Jakarta-Bandung ini kata Hanggoro dikerjakan oleh dua konsorsium yaitu dari China dan Indonesia, dengan biaya 75 persen pinjaman dari China Development Bank dengan jangka pengembalian 40 tahun. Sementara 15 persen biaya akan dibebani oleh konsorsium Indonesia dan sisanya, konsorsium China,
Hanggoro memprediksi, kereta api cepat Jakarta-Bandung memiliki potensi penumpang yang cukup besar. Bahkan, PT KCIC menargetkan jumlah penumpang mencapai 29.000 per hari. Ia menuturkan, jumlah penumpang kereta api cepat akan sangat memengaruhi pengembalian investasi yang mencapai 5,5 miliar USD atau Rp 72 triliun.
Namun, tahukah kalian? Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkapkan kereta cepat Jakarta-Bandung melakukan beberapa pelanggaran Undang-Undang lingkungan dan tujuannya pun bukan untuk pengembangan ekonomi daerah yang terlewati kereta cepat. Akan tetapi pengembangan rumah-rumah kelas menengah ke atas.
Dalam Amdal radius 40 km setiap stasiun akan muncul perkembangan rumah kelas ke atas. Artinya, siapa penerima benefit pembangun kereta cepat Jakarta-Bandung, adalah mereka-mereka yang akan mengembangkan rumah kelas menengah ke atas dan akan dihuni orang-orang menengah ke atas. Artinya bukan pertumbuhan ekonomi daerah yang mendapat keuntungan," jelas perwakilan Walhi M.Nasrul, dalam diskusi Pro Kontra Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, di PP Muhamadiyah
Dalam dokumen Amdal kereta cepat Jakarta-Bandung diprediksi akan memberikan ancaman pada Sumber Daya Alam (SDA) yang terlewati kereta cepat. Pasalnya ada pengalihan fungsi ribuan hektare lahan tanam sawah di Karawang, Jawa Barat.
"Kita ketahui bahwa beras Karawang selama ini selalu surplus tertinggi di Indonesia dan itu terancam. Kemudian perairan di Walini yang mengairi 5 kabupaten akan berkurang. Pembangunan tidak berpengaruh memang. Tapi efeknya mengancam ketersediaan air," tegasnya.
Dirinya pun  mempertanyakan legalitas bagaimana proyek kereta Jakarta-Bandung bisa muncul kepermukaan, yang pada dasarnya sudah melanggar tata ruang. Di mana lokasi pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak sesuai.
“Bandung merupakan wilayah penyumbang bencana alam terbesar di Indonesia. Jadi tidak hanya cukup legalitas UU kereta cepat yang bertentangan dengan UU lingkungan. Jika hanya mengandalkan Amdal tidak cukup untuk proyek kereta cepat," terangnya.
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transapransi Anggaran (Fitra) meminta pemerintah tidak gegabah dalam memutuskan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Alasannya, proyek tersebut memakan biaya investasi yang cukup besar, yaitu mencapai US$ 5,5 miliar atau kurang lebih Rp 77 triliun.
Apakah pemerintah tidak salah prediksi? Setiap pembangunan infrastruktur, selalu membawa dampak terhadap perubahan dan perkembangan kawasan di sekitarnya. Perubahan dan perkembangan di kawasan sekitarnya itu sudah pasti. Implikasi terhadap daerah yang dilewati apalagi di stasiun perhentian, menghasilkan pertumbuhan yang signifikan.
Selain itu, waktu perjalanan yang nantinya hanya 35-45 menit saja menggunakan kereta cepat sebenarnya tak menawarkan keunggulan baru.
Alasannya, kemacetan di dalam kota, baik di Jakarta maupun Bandung, malah menyulitkan orang untuk datang ke stasiun dan menaiki kereta. Jadi sama saja antara perjalanan ke stasiun untuk naik kereta cepat ke Bandung dengan naik mobil sendiri langsung dari Jakarta menuju Bandung. Demikian halnya dengan pembangunan jalur kereta cepat beserta stasiun-stasiunnya. Kemungkinan besar akan memberi dampak pertumbuhan. tetap ada dampak negatif akibat dari pengembangan infrastruktur ini.

Ada wilayah-wilayah yang "terhambat" kelak setelah jalur kereta cepat terbangun. Wilayah wilayah ini terhambat karena tidak dilewati lintasan kereta cepat.
ada cara untuk mengantisipasi hal tersebut yaitu dengan memikirkan perencanaan pembangunnan proyek infrastruktur secara lebih komprehensif. Pembangunan infrastruktur juga pasti ada negatifnya, meski di satu sisi membangkitkan pergerakan ekonomi macam gerai-gerai komersial di stasiun yang tumbuh pesat. Maksudnya, pemerintah memang membangun kereta cepat dengan tujuan membangun kawasan. Tetapi, tidak menutup kemungkinan pemerintah luput memprediksi dampak pembangunan tersebut. Padahal, dalam pembangunan, pemerintah harus bisa merespon secara cepat dengan meninjau kembali rencana tata ruang untuk mengantisipasi kemunculan outlet atau stasiun yang berpotensi menjadi kawasan pertumbuhan baru. 



(SITI HANIFAH ABDILLAH//)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuliah pusing, kerja pusing, pengen nikah aja. Eh, pas nikah pusing juga, pengen nikah lagi?

Banyak anak-anak muda zaman sekarang yang menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu solusi tepat dan cepat untuk menyelesaikan sebu...