Sabtu, 16 Mei 2015

Eksistensi Pers Islam di Indonesia

Lomba Penulisan Artikel
Oleh : Siti Hanifah Abdillah
JURNALISTIK 2D

Dalam dunia modern kehidupan masyarakat tidak lagi dapat dipisahkan dari jurnalistik dan pers. Secara ekstrem para ahli jurnalistik menyamakan pers dengan udara yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Manusia modern tidak lagi dapat hidup tanpa mendapatkan suguhan pers, yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi (H. Assegaff, 1991: 9).
Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah, pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak. Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
Pers Islam sebagai media dakwah, tentunya tidak dibatasi pada sisi kepentingan semata. Mengingat banyaknya lapisan kultur, budaya dan agama di Indonesia, maka Pers Islam cenderung menyesuaikan dengan pasarnya. Dewasa ini belum terlihat Pers Islam yang benar-benar mencerminkan nilai Islam secara penuh, baik dari kemasan maupun isinya.
Terlepas dari kemasan ataupun tampilan, keberadaan pers Islam sebagai media dakwah sedikit banyaknya telah berperan aktif dalam pembentukan karakter bangsa Indonesia. Dan pers Islam disini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang semata-mata memang berhaluan kesana, misalnya pesantren, ulama, dan sebagainya. Namun, kini banyak orang atau lembaga yang tidak terlalu fokuspun banyak yang menerbitkan yang namanya pers Islam. Tinggal disini kita harus membatasi, mana yang memang membawa kepentingan umat Islam dan mana yang tidak. Dalam arti, menghindari pers Islam yang hanya berorientasi pada kepentingan bisnis dan pasar semata.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Litbang Republika dan The Asia Foundation tentang Islam and Civil Society, dengan tema khusus “Pers Islam dan Negara Orde Baru”, mendefinisikan pers Islam sebagai: “Pers yang dalam kegiatan jurnalistiknya melayani kepentingan umat Islam, baik yang berupa materi (misalnya kepentingan politik) maupun nilai-nilai”.
Pers Islam, sebagai bagian dari pers pribumi yang bertujuan menyebarkan semangat kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan, awalnya tampak sebagai media “partisan”, karena kecenderungan untuk menyebarkan ideologi kelompok penerbitnya. Namun setelah pintu reformasi terbuka pada akhir 1997 dan berkembang era 1998 keberadaan pers Islam semakin luas, baik itu sebagai media dakwah maupun sebagai wadah perlawanan rezim. Dan hal inilah yang menjadi pemicu dari semakin berkembangnya pers Islam di Indonesia.
Dewasa ini pers islam di Indonesia mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ini ditandai dengan banyaknya media yang mulai tampil dengan nuansa yang sangat islami. Kita dapat mengenal ada beberapa media yang tampak memiliki karakter sebagai pers islam. Sebut saja medianya tersebut terdiri dari: Majalah Islam Sabili, Majalah Ummi, Tabloid Suara Islam, Majalah Hidayatullah, Media On-Line Era Muslim, Majalah Tarbawi, dan lain sebagainya.
Menurut beberapa pengamat pers mengatakan bahwa pluralitas yang dihargai pers islam memang berjalan dengan baik. Namun nampaknya tantangannya pun tidaklah mudah. Banyak kalangan yang berupaya meyulut konflik, seakan-akan ingin menekan pluralitas yang di hargai oleh pers islam. Hal itulah yang banyak di munculkan kalangan islam liberal. Mereka menuduh Pers Islam menyuarakan fanatisme dan eklusivisme. Dari segi penyajiannya, pers islam dipandang selalu menggunakan bahasa yang cenderung provokatif, dan penjudulan berita yang bombastik. Selain itu, pers Islam juga dituduh sebagai penyebar isu yang cenderung sensitive seperti yang berkenaan dengan SARA (Suku, Ras dan Agama).
Keberhasilan pers islam dalam menghargai pluralitas, tidak demikian dengan kenyataan pers umum yang berkembang di Indonesia. Kenyataannya tidak sedikit pers umum yang justru berupaya menyulut konflik terhadap umat Islam. Bukankah pers umumlah yang selama ini sering melakukan stigmatisasi negatif terhadap islam? Stigmatisasi negatif yang biasa muncul adalah mencitrakan gerakan Islam selalu identik dengan terorisme, fasis, ektrimismis, dan berbagai macam symbol kekerasan lainya. Jelaslah itu sangat berseberangan dengan nilai-nilai Islam yang sebenaranya, yaitu Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).
 Persaingan industri media yang semakin ketat mengharuskan media mencari kiat-kiat spesifik untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Perkembangan media dewasa ini, memungkinkan terjadinya persaingan ataupun perang media. Dan disini, peran pers Islam harus mampu menandingi dan menetralisir segala kekeliruan yang dilakukan media lainnya. Sebagai media dakwah, sudah semestinya pers Islam bersifat provokatif dan melakukan agitasi-agitasi yang dapat mempengaruhi pembacanya dan ini dapat dilakukan dalam berbagai cara serta pendekatan.
Namun realita di Indonesia, belum ada pers Islam yang professional. Sehingga dibutuhkan upaya untuk membangun pers Islam professional, artinya kegiatan redaksi pengelolaannya harus didasarkan pada sistem manajemen professional. Selain itu Pers merupakan salah satu media dakwah yang efektif di Indonesia. Maka, dalam pengemasannya pun harus benar-benar bisa diterima pembaca yang notabene memiliki banyak pilihan untuk memilih media mana yang selayaknya dikonsumsi. Dalam artian, pers Islam sebagai media dakwah harus bisa sedemikian mungkin untuk menarik simpati pasarnya, dengan tentunya tidak melepaskan visi dan misinya sebagai media dakwah.
Hingga saat ini, pers Islam tetap berkiprah dengan semangat yang membara. Mereka terus bersuara lantang, dengan landasan Islam. Menjadi pembela hak-hak rakyat yang terjajah, walaupun kerap diintai ranjau undang-undang pers  yang sewenang-wenang  dan siap membungkam. Namun nyatanya pers Islam tetap bergerak. Pers Islam tidak hanya menjadi pembentuk opini untuk meninggikan kalimat Allah, tetapi juga menjadi pembela agamanya. Pers Islam tidak pernah menanggalkan identitasnya, dan justru karena identitas Islam itu, pers Islam tidak pernah tertinggal dalam setiap peristiwa nasional yang mewarnai perjalanan bangsa ini. Mulai dari pembentukan sebuah bayangan akan komunitas yang kelak bernama Indonesia, hingga melawan penjajahan dan pendukung kemerdekaan.  Pers Islam tidak hanya berenang-renang ditepian, tapi ia terjun dipusaran perjalanan negeri kita.



DAFTAR PUSTAKA
1.       Amir, Mafri. 1999. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
2.       Assegaf, Dja’far H. 1985. Jurnalistik Masa Kini : Pengantar Kepraktik       Kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia
3.       Effendy, Onong Uchyana. 1995. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, cet. IX.         Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuliah pusing, kerja pusing, pengen nikah aja. Eh, pas nikah pusing juga, pengen nikah lagi?

Banyak anak-anak muda zaman sekarang yang menganggap bahwa pernikahan adalah salah satu solusi tepat dan cepat untuk menyelesaikan sebu...